Rabu, 22 Desember 2010

Integrasi informasi Enterprise, atau EII, berusaha untuk mengintegrasikan data yang berbeda dari beberapa sistem, sering termasuk database relasional, menjadi sebuah antarmuka, tunggal konsisten untuk melihat dan memanipulasi data. A single set of structures and naming conventions, known as a uniform information representation, is used to achieve this goal. Satu set satu struktur dan konvensi penamaan, yang dikenal sebagai representasi informasi seragam, digunakan untuk mencapai tujuan ini. The result is a loose coupling between homogenous client applications and services and heterogeneous data repositories. Hasilnya adalah kopling longgar antara aplikasi klien dan layanan homogen dan heterogen data repositori.

Pada era globalisasi seperti saat ini tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan-perusahaan yang berbeda pemahaman dasar sistem informasi untuk saling diintegrasikan, contohnya adalah beberapa perusahaan saling melakukan merger dengan perusahaan lainnya untuk dapat meningkatkan kekuatan berbisnis mereka. Perusahaan pun harus menyusun ulang strategi dalam mengembangkan bisnis mereka agar perusahaan yang mereka bangun tidak kalah dalam persaingan di pasar bebas seperti sekarang. Contoh perusahaan yang penulis tahu adalah usaha dalam perbankan yang melakukan merger, hal tersebut dilakukan oleh bank-bank dalam melakukan strategi untuk menyatukan infrastruktur teknologi informasi, namun kadang bank juga melakukan merger untuk menghindari adanya likuidasi, seperti yang pernah terjadi dahulu pada masa krisis ekonomi.

Menurut sumber yang membahas mengenai strategy of information integration oleh Richardus E. Indrajit (http://www.docstoc.com/docs/37143778/EVOLUSI-STRATEGI-INTEGRASI-SISTEM-INFORMASI-RAGAM), terdapat enam tahap pelaksanaan integrasi, seperti di bawah ini :

1. Eksploitasi Kapabilitas Lokal
2. Lakukan Integrasi Tak Tampak
3. Kehendak Berbagi Pakai
4. Redesain Arsitektur Proses
5. Optimalkan Infrastruktur
6. Transformasi Organisasi

Dari keenam tahap tersebut dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara mitra merger dalam mengintegrasikan sistem informasi yang dimiliki serta untuk mencairkan suasana ketegangan dalam politis yang seringkali mencampuri dalam penggabungan sistem informasi. Dengan adanya penggabungan sistem informasi tersebut dapat mengokohkan kekuatan dalam persaingan berbisnis, serta dapat meningkatkan kepuasan dari sisi pelanggan, didasari oleh penggabungan dan pertukaran informasi yang didapat dari perusahaan maka kebutuhan dari pelanggan pun kadang lebih terpenuhi, karena dari proses merger tersebut faktor dari sisi kepuasan pelanggan tidak boleh dilupakan baik dari segi pelayanan atau penjualan hasil produk. Maka sistem informasi ini dalam konteks penggabungannya dalam merger perusahaan, haruslah lebih dikembangkan, disusun, dan diterapkan agar tujuan dari perusahaan dapat tercapai bukan hanya dari keuntungannya saja.

1. Fenomena Integrasi Sistem Informasi
Tuntutan globalisasi dan persaingan bebas serta terbuka dewasa ini secara langsung telah memaksa berbagai organisasi komersial seperti perusahaan maupun non komersial seperti pemerintah untuk menata uang platform organisasinya. Dalam konteks ini, berbagai inisiatif strategi ditelurkan oleh sejumlah praktisi organisasi yang masing-masing mengarah pada keinginan berkolaborasi atau berkooperasi untuk menyusun kekuatan dan keunggulan baru dalam bersaing (baca: coopetition = collaboration to compete). Terkait dengan hal ini, sejumlah fenomena yang menggejala akhir-akhir ini
antara lain:
• Terjadinya merger dan akuisisi antar dua atau sejumlah organisasi dalam berbagai industri vertikal, seperti: perbankan, asuransi, manufaktur, pendidikan, kesehatan, dan lain
sebagainya;
• Restrukturisasi korporasi yang dilakukan dengan mengubah pola relasi antar anak-anakperusahaan dalam sebuah konsorsium grup usaha;
• Strategi kerjasama berbagai institusi pemerintah secara lintas sektoral untuk meningkatkan kinerja birokrasi;
• Tuntutan berbagai mitra usaha dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kualitas aliansi dan kolaborasi; dan lain sebagainya.

2. Metodologi sebagai Bahasa Bersama
Dengan mempelajari sejumlah ilmu perilaku organisasi, jalan buntu politisasi tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan sebuah metodologi yang disusun berdasarkan fenomena resistensi yang kebanyakan disebabkan karena hal-hal sebagai
berikut:
• Ego sektoral organisasi yang sangat tinggi sehingga menutup kemungkinan untuk mau
diatur atau bekerjasama dengan organisasi lain (kecuali jika yang bersangkutan menjadi pemimpin konsorsium);
• Anggapan bahwa sistem informasi merekalah yang terbaik dibandingkan dengan yang
dimiliki oleh pihak-pihak mitra lainnya;
• Konteks kepentingan yang berbeda pada setiap organisasi sehingga sulit dicari titik
temu yang memungkinkan untuk melakukan
integrasi secara cepat;
• Berebutan untuk menjadi pimpinan tim integrasi dalam sebuah konsorsium kerja
sama;

3. Tahap I: Eksploitasi Kapabilitas Lokal
Pada tahap pertama ini, yang perlu dilaksanakan adalah melakukan pengembangan maksimal terhadap kapabilitas sistem informasi masing-masing
organisasi. Tujuan dari dilakukannya tahap ini adalah untuk memahami secara sungguh-sungguh batasan maksimal kemampuan sistem informasi dalam menghasilkan kebutuhan manajemen strategis dan operasional organisasi yang bersangkutan – baik
dilihat dari segi keunggulannya maupun keterbatasannya.

http://if-unpas.org/donlot/MTI/Semester_1/Bahan%20Pak%20Eko%20Indrajit/EKO%20ARTICLES/Artikel149-StrategiIntegrasiRagamSistemInformasi.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar